Birrul Qodriyyah, Kisah Anak Buruh Tani Mewujudkan Mimpi



:: Presiden pun sempat menitikkan air mata mendengar kisah Birrul. ::

Perkara besar selalu berawal dari mimpi yang besar. Inilah pengejawantahan hadis Rasulullah SAW. “Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan niatnya.” (HR Bukhari-Muslim). Artinya, sebesar apa niat dan mimpinya, sebesar itulah yang akan ia dapatkan.

Mimpi milik semua orang. Tak ada yang bisa melarang seseorang untuk bermimpi besar. Seperti mimpi seorang Birrul Qodriyyah. Gadis kelahiran Bantul, 26 Juni 1992, ini ditakdirkan lahir dari keluarga tak mampu. Tapi, hal itu tak menyurutkan mimpinya untuk bercita-cita besar. Salah satu mimpinya ketika di bangku SMA, ia ingin berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM). Cita-cita itu ia titipkan kepada Allah karena memang secara ekonomi keluarganya tak mampu membiayai hingga ke jenjang kuliah.

“Saya tahu, untuk menuju ke sana (UGM) tidak hanya cukup dengan pintar saja, tapi juga butuh dana,” paparnya kepada Republika, pekan lalu.

Birrul pun berusaha menabung. Tapi, seberapalah uang tabungan yang berhasil ia kumpulkan. Sejatinya, ia pun tak mendapat uang jajan dari kedua orang tuanya.

Setiap hari, ia bersepeda dari rumah ke sekolahnya yang berjarak lima kilometer. Begitu letih ketika menempuh jarak yang cukup jauh tersebut. Tetapi waktu istirahat ia habiskan dengan membaca di perpustakaan atau menunaikan shalat dhuha. Bukan karena rajin, melainkan memang ia tak mempunyai uang untuk membeli jajanan. “Ini sengaja akau lakukan untuk menghindar dari pertanyaan teman-temanku di kelas, ‘Birrul, mengapa kamu tidak jajan?’ Dengan mantap aku jawab, ‘Uangku kutabung untuk kuliahku esok,’” tuturnya.

Kendati tak sepeser pun uang di sakunya, ia tak ingin menurunkan martabat kedua orang tuanya yang tak mampu memberi uang jajan. Baginya, sudah bisa sekolah hingga ke bangku SMA saja sudah syukur. “Terlalu berlebihan jika saya minta uang saku kepada mamak-bapak, sementara saya dapat melanjutkan sekolah ke SMA saja sudah sangat bersyukur,” tukasnya.

Ketika ia sampai di kelas tiga semester awal, ia pun mendapat informasi beasiswa Pemilihan Bibit Unggul Tidak Mampu (PBUTM) untuk masuk UGM secara cuma-cuma dan dibiayai hingga sarjana. Ia belajar mati-matian untuk mendapatkan beasiswa itu. Pasalnya, kuota beasiswa itu hanya untuk dua orang saja. Ia tak mungkin mengharapakan biaya masuk kuliah dengan menopangkan kepada kedua orang tuanya. Adiknya yang mau lulus SD saja sudah membuat orang tuanya kerepotan.

Ketika ia berhasil menyabet beasiswa PBUTM, masalah untuk kuliah tak lantas terselesaikan. Justru, masalah  yang menantinya baru saja dimulai. Masalahnya, memang biaya kuliah gratis, tapi bagaimana ia akan hidup selama kuliah? Tidak hanya untuk makan, ia juga harus menyiapkan ongkos bus dari Bantul ke UGM. Hanya sepedalah satu-satunya alat transportasi yang dimiliki keluarganya. Tapi apakah mungkin ia bersepeda sejauh itu?

Ia pun mencoba mencari-cari beasiswa. Akhirnya, Allah pun membukakan jalan baginya. Ia pun mendapat beasiswa Etos dari Dompet Dhuafa. Dengan beasiswa tersebut, ia bisa tinggal di asrama selama tiga tahun dan mendapatkan uang saku sebesar Rp 450 ribu setiap bulannya.

Pertengahan semester pertama, beasiswa PBUTM secara otomatis dialihkan menjadi beasiswa bidikmisi. Ketika acara silaturahmi penerima beasiswa Program Bidikmisi dengan Presiden SBY di Gedung Bidakara Jakarta, Kamis (27/2), Presiden pun sempat menitikkan air mata mendengar kisah Birrul. Presiden SBY tak kuat menahan air matanya ketika Birrul mengisahkan kondisi orang tuanya yang hanya buruh tani dengan penghasilan Rp 5000 sekali ikut tanam padi.

Birrul berhasil menampik orang-orang yang dulu menertawakannya. Bagaimana mungkin anak seorang buruh tani kuliah di fakultas kedokteran. Sekarang, ia membuktikan mimpinya. Saat ini, gadis yang bercita-cita ingin menjadi dosen dan peneliti itu tengah merampungkan kuliahnya di Fakultas Kedokteran Umum Jurusan Ilmu Keperawatan UGM.

Kuliah di Jurusan Keperawatan merupakan obsesinya. “Keperawatan membutuhkan orang-orang expert untuk mengembangkan keperawatan Indonesia ke depannya,” ujarnya mantap.

Bagi Birrul, kesuksesan tidak ditentukan jurusan atau tempat berkuliah. Menurutnya, kunci kesuksesan yang sesungguhnya ada pada diri sendiri. “Setelah saya banyak belajar keperawatan, saya justru dibersarkan di sini. Belajar menjadi bagian masyarakat yang memandang orang lain secara menyeluruh, belajar menjadi ibu yang bijak, dan belajar menjadi orang yang selalu menghargai orang lain,” paparnya.

Birrul juga memaparkan, profesor keperawatan di Indonesia masih tergolong sangat sedikit. “Masih dapat dihitung dengan jari, cita-cita saya Insya Allah menjadi profesor keperawatan di bidang geriatri dan mengembangkan keperawatan Indonesia,” tambah gadis yang pernah didaulat sebagai Duta Keperawatan Nasional 2013, November lalu.

Untuk mengejar cita-citanya itu, sejak pertama kali ia diumumkan diterima menjadi mahasiswa UGM ia telah menulis target-targetnya.

“Tanggal 16 April 2010 saya sudah menuliskan cita-cita saya tersebut, ‘Menjadi Mahasiswa Terbaik 1 UGM’. Begitu tulisan saya saat itu,” tuturnya.

Pada 22 April 2013 mimpi besar Birrul ternyata dikabulkan Allah melalui usaha dan kerja kerasnya. “Bahkan Allah SWT memberikannya lebih dengan menjadi ‘Mahasiswa Berprestasi Paling Inspiratif tingkat Nasional 2013’,” tutur Birrul.

Birrul berpesan, jangan pernah berhenti untuk bermimpi. Kemudian, berusahalah mewujudkan mimpi-mimpi itu. Ikut sertakan Allah dalam segala usaha dan ikhtiar. Intinya berusaha dan berdoa. Insya Allah, pasti akan diberi jalan.


(Saya salin sambil momong Azizah, dari harian Republika edisi Jumat, 23 Mei 2014, suplemen Dialog Jumat, rubrik Uswah) dengan pengubahan judul_[esp]

Tidak ada komentar untuk "Birrul Qodriyyah, Kisah Anak Buruh Tani Mewujudkan Mimpi"