Rahasia di Balik Kata ‘Murid’ dan ‘Siswa’



Bahasa, Budaya dan Etika

Penyebutan kata ‘murid’ dan ‘siswa’ nampaknya sepele, jika kita hanya melihatnya sebagai sebuah kata sebutan bagi peserta didik kita. Tetapi tidak bila kita menelusuri filosofi dari asal kata tersebut. Seperti juga penggunaan kata ‘perempuan’ yang lebih anggun ketimbang kata ‘wanita’. Persoalan bahasa sesungguhnya erat terkait dengan budaya dan etika. Bahkan bahasa menjadi alat komunikasi yang secara tidak langsung akan menggambarkan kepribadian seseorang.

Masyarakat Indonesia telah lama menjadikan bahasa sebagai alat untuk menampilkan bagaimana seseorang beretika. Menghormati orang lain dengan pilihan kata dan tutur kata yang santun. Di Jawa misalnya, kita dapat menemukan beberapa tingkatan bahasa dari yang sangat halus, halus, kasar dan sangat kasar. Banyaknya pilihan kata (diksi) menjadikan pembeda ketika seseorang berbicara dengan orang lain sesuai penghormatannya.

Untuk satu pekerjaan saja, penyebutannya bisa beragam kata. Sehingga seseorang harus berhati-hati memilih kata yang pas dengan lawan bicaranya. Bahasa menjadi kendali diri dalam berekspresi. Memberikan ruang bagi akal untuk menentukan ucapan yang akan dilisankan sehingga tidak asal bunyi (asbun).

Kekayaan kosakata juga menunjukkan adanya kreatifitas dan tingkat pemahaman terhadap suatu persoalan secara detail dan mendalam. Misalkan penyebutan ‘padi’ dalam bahasa Inggris akan diterjemahkan sebagai ‘rice’ begitu pula beras dan nasi. Demikian karena dalam masyarakat barat tidak lekat dengan ‘budaya padi’. Padahal ketiganya berbeda. Sebaliknya kita hanya mengenal istilah ‘salju’, jika ditelisik maka masyarakat bermusim empat, memiliki istilah yang lebih detail untuk menyebut salju.

Antara Murid atau Siswa?

Kata ‘murid’ berasal dari serapan bahasa Arab yakni araada, yuriidu, muriidan yang maknanya kurang lebih, memiliki keinginan, berkehendak dan mempunyai minat. Secara maknawi berarti seseorang yang memiliki keinginan yang kuat untuk mengetahui sesuatu. Dari arti ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa  keaktifan, inisiatif dan minat menjadi ruh dari kata ‘murid’. Ini sejalan dengan penerapan kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia seperti CBSA, KBK, KTSP atau Kurikulum 2013 yang akan segera diterapkan.

Sedangkan kata siswa, patut diduga berasal dari bahasa Jawa. Kata ini ada jauh sebelum berdirinya Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara yang dijuluki Bapak Pendidikan Indonesia. Siswa adalah orang yang menerima pengajaran dari guru. Dengan ilmu otak-atik gathuk, mengaotak-atik kata untuk mencari kesesuaian. Siswa bisa berarti orang yang ingin wasis atau pintar. Sebetulnya juga bermakna bagus, hanya saja saya berpikir kata ‘murid’ lebih berenergi karena orang memiliki keinginan, minat, dan berusaha aktif.

Mungkin ada yang menganggap penggunaan kata ‘murid’ atau ‘siswa’ tidak menjadi penting. Tapi bagi saya, penggunaan sebuah kata yang berulang-ulang akan mempengaruhi mindset seseorang untuk berbuat berusaha. Seperti juga kata-kata positif yang akan memberikan motivasi dan menumbuhkan kepercayaan diri.

© ekotriyanto 2013

Tidak ada komentar untuk "Rahasia di Balik Kata ‘Murid’ dan ‘Siswa’"