7 Kiat Meluruskan Niat Menjadi Guru
"DUNIA
ini tempat mati, tapi AKHERAT adalah tempat hidup" @ustad_alhabsyi
Seperti sebuah roda yang berputar, ada
kalanya di atas, ada kalanya di bawah. Semua memiliki resiko dan imbalan
masing-masing. Di awal kemerdekaan guru sangat dibutuhkan maka dilakukan
perekrutan secara besar-besaran. Pada masa selanjutnya dari segi finansial guru
agak terabaikan kesejahteraannya, lantas banyak orang pintar yang ogah jadi
guru, mereka lebih tertarik menjadi pilot, insinyur, dokter atau tentara.
Ketika Undang-undang guru dan dosen
disahkan, ada titik cahaya yang menyala. Kesejahteraan guru diperhatikan.
Layaknya kembang yang mekar, kini banyak orang yang melirik profesi guru.
Nyatalah fakultas-fakultas pendidikan ramai diserbu calon mahasiswa.
Tetapi uang juga bisa menggelincirkan,
menyimpangkan orang dari tujuan awalnya yang mulia. Memubazirkan perbuatan yang
telah terlaksana. Maka perlu pula berhati-hati. Inilah tujuh kiat meluruskan
niat menjadi guru:
1. Segala
sesuatu tergantung dari niat.
Orang
yang melakukan pekerjaan dengan niat mengumpulkan uang, ia akan mendapatkan
itu. Yang berniat mencari ketenaran dan popularitas, juga akan memperoleh
sesuai usahanya. Tetapi orang yang sejak awal meniatkan guru sebagai profesi
dalam kerangka ibadah. Ia akan mendapatkan pahala sekaligus balasan di dunia.
Jika di dunia belum merasakan hasilnya, pahala yang lebih baik telah disiapkan.
Ibarat
menanam, orang yang hanya berniat untuk tujuan duniawi seperti orang menanam rumput
dengan harap memanen padi, ini mustahil. Sedangkan orang yang berniat untuk
ibadah, ia laksana menyemai benih padi. Otomatis rumput ikut tumbuh di sana. Ia
mendapat keduanya.
2. Setiap
pekerjaan adalah amanah.
Seorang
guru belum tentu lebih mulia dari tukang sapu jalanan. Kalimat ini mungkin
terasa pedas. Tetapi begitulah kenyataan yang bisa saja terjadi. Setiap manusia
memiliki derajat yang sama di hadapan Allah, yang membedakan adalah
ketakwaannya. Ini bisa tercermin dari bagaimana manusia menjalankan amanah yang
diembannya. Pekerjaan merupakan salah satu amanah ini. Sehingga siapa yang
mampu menjalankan amanah dengan baik, ia layak diangkat derajatnya.
3. Investasi
akhirat.
Di
antara amal yang tak terputus ialah ilmu yang bermanfaat bagi manusia. Guru mengajarkan
ilmu kepada murid, saat ilmu itu dimanfaatkan maka pahala akan terus mengalir
meski kita telah tiada. Ketika berbagi ilmu sejatinya kita sedang berinvestasi
untuk kehidupan abadi, akhirat. Maka jangan kotori proses ini dengan perilaku
buruk.
4. Harta
hanya titipan.
Tidak
ada yang menjamin rizki seseorang kecuali Allah. Bukan manusia, bukan
pemerintah, bukan karena profesi kita, bukan pula karena status pegawai negeri.
Tidak terbayang mungkin, bagaimana nasabah Bank Century, dalam kasus yang heboh
itu, kehilangan bermilyar uang mereka. Sebelumnya mereka berpikir bank ialah
tempat yang aman. Begitupun tunjangan profesi, bisa setiap saat kebijakan
berubah, dengan hanya satu perintah pencabutan undang-undang atau pemberlakuan
undang-undang baru. Sehingga berniat menjadi guru hanya karena iming-iming
tunjangan profesi sepertinya tidak patut.
5. Pewaris
para Nabi.
Sebab
memang para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham atau harta melainkan
mewariskan ilmu. Para pendidik menjadi salah satu mata rantai tersebarnya ilmu
yang berguna itu. Maka mereka secara otomatis menjadi pewaris para Nabi. Jika demikian
pantaskah berbuat zalim?
6. Memandang
ke ‘bawah’
Dalam
perkara dunia, hendaklah memandang kepada orang yang dibawahnya. Agar tumbuh
rasa syukur dan terima kasih. Bahwa di tempat pembuangan sampah banyak orang
yang berebut rizki untuk makan. Bahwa di pinggir jalan banyak kuli yang
mencucurkan keringat demi menghidupi keluarga. Lalu lihat diri kita, yang kita
lakukan dan sudah kita dapatkan. Maka mari bersyukur.
7. Bersyukur
atas nikmat yang ada.
Bersyukur
bukan saja dengan bersedekah atau membelanjakan sebagian harta di jalan Allah. Wujud
syukur yang dekat dan nyata adalah dengan meningkatkan kinerja, kemampuan dan
ketulusan dalam mengajar. Sebab ini menjadi jalan dari datangnya rizki.
Demikian tujuh kiat yang
bisa saya sampaikan. Mengenang masa-masa saya menjadi guru honorer dengan honor
pertama seratus ribu rupiah per bulan.
©ekotriyanto2013
Tidak ada komentar untuk "7 Kiat Meluruskan Niat Menjadi Guru"
Posting Komentar